Tata Cara Berwudhu
Kajian Fiqih kita kali ini membahas tentang tata cara berwudhu. Dan insya Allah
di rubrik ini para pembaca bisa belajar ilmu Fiqih secara urut dan mudah
memahaminya, karena kami menyampaikan dengan bahasa yang sederhana dan tidak berbelit-belit.
Tata Cara Berwudhu'
Dari Humran bekas budak Utsman, bahwa bin Affan r.a. meminta air wudhu'.
(Setelah dibawakan), ia berwudhu', ia mencuci kedua telapak tangannya tiga
kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya, kemudian
mencuci wajahnya tiga kali, lalu membasuh tangan kanannya sampai siku tiga
kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri tiga kali seperti itu juga,
kemudian mengusap kepalanya lalu membasuh kakinya yang kanan sampai kedua mata
kakinya tiga kali kemudian membasuh yang kiri seperti itu juga. Kemudian
mengatakan, "Saya melihat Rasulullah saw. (biasa) berwudhu' seperti
wudhu'ku ini lalu Rasulullah bersabda, "Barang siapa berwudhu' seperti
wudhu'ku ini kemudian berdiri dan ruku' dua kali dengan sikap tulus ikhlas,
niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." Ibnu Syihab berkata,
"Adalah ulama-ulama kita menegaskan, ini adalah cara wudhu' yang paling
sempurna yang (seyogyanya) dipraktikkan setiap orang untuk shalat."
(Muttafaq 'alaih : Muslim I:204 no:226, dan ini redaksinya, Fathul Bahri I:266
no:164, 'Aunul Ma'bud I:180 no:106 dan Nasa'i I:64).
Bacaan Doa Sebelum Wudlu
“Allaahummaghfir lii dzanbii, Wawassi lii fii daarii, wabaarik Lii fii
rizqii”
Arti Doa Sebelum Wudlu
“Ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku, dan berkahilah
rejekiku.”
Doa Niat Wudhu berikut ini dibaca pada saat kita melakukan wudhu, tepatnya pada
saat membasuh muka.
Bacaan Doa Niat Wudhu
“Nawaitul wudhuu-a liraf’ll hadatsil ashghari fardhal lilaaffi
ta’aalaa”
arti Doa Niat Wudhu
“Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah
semata.”
Doa Setelah Wudhu berikut ini dibaca setelah kita usai melakukan
wudhu.
Bacaan Doa Setelah Wudhu
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna
mUhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j’alnii minat tawwabiina, waj’alnii
minal mutathahiriina waj’alnii min ‘ibaadikash shalihiina.”
Arti Doa Setelah Wudhu
“Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang
menyekutukanNya. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan
utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang ahli bertobat, jadikanlah aku
orang yang suci, dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang
saleh.”
Syarat-Syarat Sahnya Wudhu'
1. Niat, berdasar sabda Nabi saw., "Sesungguhnya segala amal hanyalah
bergantung pada niatnya." (Muttafaqun 'alaih: Fathul Bari, I:9 no:1,
Muslim III:1515 no:1907, Aunul Ma'bud VI:284 no:2186, Tirmidzi III: 100 no:169,
Ibnu Majah II:1413 no:4227, Nasa'i I:59). Tidak pernah disyariatkan melafadzkan
niat karena tidak ada dalil yang shahih dari Nabi saw. yang
menganjurkannya.
2. Mengucapkan basmalah, karena ada hadits Nabi saw., " Tidak sah shalat
bagi orang yang tidak berwudhu' (sebelumnya) dan tidak sah wudhu' bagi orang
yang tidak menyebut, Bismillah" (sebelumnya)." (Hadits hasan: Shahihu
Ibnu Majah no: 320 'Aunul Ma'bud I:174 no:101 dan Ibnu Majah I:140
no:399).
(Di samping itu, ada dua riwayat lain yang menerangkan bahwa Rasulullah saw.
bersabda, "Tawadhdha-uu-bibismillahi (Berwudhu'lah dengan (menyebut) nama
Allah," Lihat Nasai'i, kitab thaharah no: 61 bab : mengucapkan basmallah
ketika akan berwudhu', dan Musnad Imam Ahmad III:165 (pent.))
3.Muwalah (Berturut-turut) tidak diselingi oleh pekerjaan lain, berdasarkan
hadits Khalid bin Ma'dan, "Bahwa Nabi saw. pernah melihat seorang
laki-laki tengah mengerjakan shalat, sedang di punggung kakinya dan sebesar
uang dirham yang tidak tersentuh air wudhu', maka Nabi saw. menyuruhnya agar
mengualngi wudhu' dan shalatnya." (Shahih: Shahih Abu Daud no: 161 dan
'Aunul Ma'bud I: 296 no:173).
Hal-Hal yang Fardhu dalam Wudhu'
1. Membasuh wajah termasuk berkumur-kumur dan membersihkan
hidung.
2. Mencuci kedua tangan sampai kedua siku-siku. (Dalam Al Umm I:25 Syafil
menegaskan ”Selamanya tidak dianggap cukup membasuh kedua tangan kecuali dengan
membasuh tangan dan punggungnya secara keseluruhan sampai ke siku-siku. Jika
ada bagian darinya yang tertinggal walaupun kecil sekali, maka dianggap tidak
sah membasuh tangannya. Selesai”)
3. Mengusap seluruh kepala, dan kedua telinga termasuk bagian dari
kepala.
4. Membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku dan usaplah kepalamu
dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kakimu." (Al-Maaidah :
6).
Adapun berkumur-kumur dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) termasuk
bagian dari muka sehingga wajib dilakukan karena Allah Ta’ala telah
memerintahkan di dalam kitab-Nya yang mulia membasuh muka. Di samping itu,
telah sah dari Nabi saw., beliau terus menerus melakukan kumur dan istinsyaq
setiap kali berwudhu’.
Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh seluruh sahabatnya yang meriwayatkan
dan menerangkan tata cara wudhu’ Nabi saw., sehingga secara keseluruhan itu
menunjukkan bahwa membasuh wajah yang diperintahkan di dalam al-Qur’an meliputi
berkumur-kumur dan istinsyaq (as-Sailal Jarrar I:81)
Lagi pula ada sabda Nabi saw. yang memerintah berikumur-kumur dan istinsyaq
memasukkan air ke dalam hidung.
”Apabila seorang di antara kamu berwudhu’, maka masukkanlah air ke dalam
hidungnya, lalu keluarkanlah!” (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no:443,
‘Aunul Ma’bud I:234 no:140 dan Nasa’i I:66).
Dan sabda beliau saw. yang lain, ”Bersungguh-sungguhlah dalam melakukan
istinsyaq, kecuali sedang berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131,
Aunul Ma’bud I:236 no: 142 dan 144).
Dalam hadits yang lain, beliau saw. bersabda juga, ”Apabila kamu berwudhu’,
maka hendaklah berkumur-kumur.” (Shahih: sama dengan di atas).
Adapun tentang wajibnya mengusap seluruh kepala, yaitu karena perintah mengusap
kepala di dalam Al-Qur’an bersifat mujmal (global), maka bayan (penjelasannya)
dikembalikan kepada sunnah Nabi saw.. Sudah tegas dalam riwayat Bukhari, Muslim
dan selain keduanya bahwa Nabi saw. mengusap seluruh kepalanya. Dan dalam hal
ini terdapat dalil yang tegas yang menunjukkan wajibnya mengusap seluruh kepala
secara sempurna.
Jika ada yang berpendapat, bahwa ada riwayat yang shahih dari al-Mughirah,
bahwa Nabi saw. pernah mengusap ubun-ubunnya dan di atas surbannya?
Maka jawabannya: Rasulullah saw. mencukupkan mengusap di atas ubun-ubunnya,
karena beliau menyempurnakan dengan mengusap sisa kepalanya di atas surbannya.
Dan, penulis berpendapat demikian dan di dalam riwayat al-Mughirah tersebut
tidak terdapat syarat yang menunjukkan bolehnya mengusap hanya di atas
ubun-ubun saja atau sebagian kepala saja tanpa menyempurnakan di atas
surbannya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir II:24 dengan sedikit perubahan
redaksi).
Walhasil, wajib mengusap seluruh kepala. Pengusap kepala jika mau boleh,
mengusap di atas kepala saja atau di atas surban saja atau di atas kepala dan
dilanjutkan di atas surban, ketiga cara tersebut shahih dan kuat (pernah
dilakukan oleh Nabi saw.)
Adapun perihal dua telinga termasuk bagian dari kepala sehingga wajib pula
diusap berdasarkan pada sabda Nabi saw., ”Dua telinga itu termasuk kepala.”
(Shahih: Shahih Ibnu Majah no: 357 dan Ibnu Majah I:152
no:443).
5. Menyela-nyelakan air pada jenggot
Dari Anas bin Malik r.a. bahwa Rasulullah saw. apabila berwudhu’, mengambil
segenggam air, lalu memasukkannya ke belakang dagu, kemudian menyela-nyelakannya
di antara jenggotnya, seraya bersabda, ”Beginilah yang Rabbku ‘Azza wa Jalla
Perintahkan kepadaku.” (Shahih: Irwa’ul Ghalil no: 92. ‘Aunul Ma’bud I: 243
no:45, dan Baihaqi I:54).
6. Menyela-nyelakan air pada jari-jemari tangan dan kaki
Sebagaimana yang ditegaskan bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Sempurnakanlah
wudhu’ dan sela-selakanlah (air) di antara jari-jemari dan
bersungguh-sungguhlah dalam melakukan instinsyaq kecuali kamu dalam keadaan
puasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:129 dan 131 dan ‘Aunul Ma’bud I: 236 no:142
dan 144).
Sunnah-Sunnah Wudhu' (Hal-Hal yang Disunahkan Ketika Berwudhu')
1. Siwak, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah
saw. bersabda, ”Kalaulah sekiranya aku tidak (khawatir) akan memberatkan
umatku, niscaya kuperintahkan mereka bersiwak setiap kali wudhu.” (Shahih:
Shahihul Jammi no:5316 dan al-Fathur Rabbani I:294 no:171).
2. Mencuci kedua telapak tangan tiga kali pada awal wudhu’, sebagaimana yang
telah diriwayatkan dari Utsman bin Affan r.a. yang mengisahkan wudhu’ Nabi saw.
di mana dia membasuh kedua telapak tangannya tiga kali. (Lihat masalah tata
cara Wudhu’ pada halaman sebelumnya).
3. Kumur-kumur dan instinsyaq sekali jalan, tiga kali:
”Dari Abdullah bin Zaid r.a. tentang dia mengajarkan (tata cara) wudhu’
Rasulullah saw., di mana dia berkumur-kumur dan instisyaq dari satu telapak
tangan. Dia berbuat demikian (sebanyak) tiga kali.” (Shahih: Mukhtashar Muslim
no:125, dan Muslim I:210 no:235).
4. Bersungguh-sungguh dalam berkumur-kumur dan istinsyaq: kecuali bagi orang
yang berpuasa, berdasarkan hadits Nabi saw., ”Bersungguh-sungguhlah dalam
beristinsyaq, kecuali kamu dalam keadaan berpuasa.” (Shahih: Shahih Abu Daud
no:129 dan 131, ‘Aunul Ma’bud I:236 no:142 dan 144).
5. Mendahulukan anggota wudhu’ yang kanan daripada yang kiri karena ada hadits
Aisyah r.a. yang mengatakan, ”Adalah Rasulullah saw. mencintai mendahulukan
anggota yang kanan dalam hal mengenakan alas kaki, menyisir, bersuci dan dalam
seluruh ihwahnya.” (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari I: 269 no:168, Muslim I: 226
no:268, Nasa’i I:78).
Di samping itu hadits Utsman yang menceritakan tata cara wudhu’ Nabi saw. di
mana dia membasuh anggota yang kanan, lalu yang kiri.
6. Menggosok, karena ada hadits Abdullah bin Zaid yang mengatakan, ”Bahwa Nabi
saw. pernah dibawakan dua sepertiga mud (air), kemudian beliau berwudhu’, maka
beliapun menggosok kedua hastanya.” (Sanadnya shahih: Shahih Ibnu Khuzaimah
I:62 no:118).
7. Membasuh tiga kali, tiga kali, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Utsman
bin Affan ra (pada awal pembahasan wudhu’) bahwa Nabi SAW berwudhu’ tiga kali,
namun ada juga riwayat yang sah yang menyatakan, ”Bahwa Nabi saw. pernah
berwudhu’ satu kali satu dan kali dua kali dua kali.” (Hasan shahih: Shahih Abu
Daud no:124, Fathul Bari I:258 no:158 dari hadits Abdullah bin Zaid ‘Aunul
Ma’bud I:230 no:136, Tirmidzi I:31 no:43 dari hadits Abu
Hurairah).
Dianjurkan pula kadang-kadang mengusap kepala lebih dari sekali (tiga kali)
karena ada riwayat, dari Utsman bin Affan r.a. bahwa ia pernah mengusap
kepadanya tiga kali seraya berkata, ”Saya pernah melihat Rasulullah saw.
berwudhu’ (dengan mengusap kepala) begini.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Dawud
no:101 dan ‘Aunul Ma’bud I:188 no:110).
8. Tertib, karena kebanyakan cara wudhu’ Rasulullah saw. selalu dengan tertib
sebagaimana yang telah disampaikan sejumlah sahabat yang meriwayatkan wudhu’
beliau saw. Akan tetapi, ada riwayat yang sah dari al-Miqdam bin Ma’dikariba ia
berkata :
”Bahwa Rasulullah saw. pernah dibawakan air wudhu’, lalu beliau berwudhu’
membasuh kedua telapak tangannya tiga kali dan membasuh wajahnya tiga kali,
kemudian membasuh kedua hastanya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan
mengeluarkan air yang telah dimasukkan ke dalam hidung tiga kali, kemudian
mengusap kepalanya dan dua telinganya.” (Shahih: Shahih Abu Daud no:112 dan
‘Aunul Ma’bud I:211 no:121).
9. Berdo’a sesudah wudhu’. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sabda Nabi saw.
”Tak seorangpun di antara kalian yang berwudhu’ dengan sempurna, lalu
mengucapkan (do’a) ”Asyhadu allaa ilaaha illallahu wahdahu laa syariika lah, wa
asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasuuluh (Aku bersaksi bahwa tiada Ilah
(yang patut diibadahi) kecuali Allah semata tiada sekutu bagi-Nya; dan aku
bersaksi, bahwa Muhammad hamba dan Rasul-Nya).” melainkan pasti dibukalah
baginya pintu-pintu surga yang delapan, ia boleh masuk dari pintu mana saja
yang dikehendakinya.” (Shahih: Mukhtasharu Muslim No: 143 Muslim 1:209
no:234).
Kemudian Imam Tirmidzi menambahkan, ”Allahummaj'alni minat tawwaabiina waj'ani
minal mutathahiriin (Ya, Allah, jadikahlah kami termasuk orang-orang yang tekun
bertaubat dan jadikahlah kami termasuk orang-orang yang rajin bersuci).”
(Shahih: Shahih Tirmidzi no:48 dan Tirmidzi I:38 no:55)
10. Dan dari Abu Sa’id al-Khudri bahwasannya Nabi bersabda, ”Barang siapa
berwudhu’ lalu membaca, ”Maha Suci Engkau ya Allah dan segala puji bagi-Mu aku
bersaksi bahwasannya tiada sesembahan yang sebenarnya kecuali Engkau, aku mohon
ampunan dan bertaubat pada-Mu", niscaya dicatat pada sebuah lembaran
kemudian dicetak dengan sebuah cetakan lalu tidak dipecahkan hingga hari kiamat."
(Hadits Shahih, lihat at-Targhib no.220, al-Hakim I/564, dan tidak akan ada
hadits shahih mengenai do’a (bacaan-bacaan) ketika sedang
berwudhu’)
11. Shalat dua raka’at sesudah wudhu’
Hal ini didasakan pada pernyataan Utsman bin Affan r.a. sesudah mengajar
sahabat yang lain tentang wudhu’nya Nabi saw., "Aku pernah melihat Nabi
saw. berwudhu’ seperti wudhu’ku ini, seraya bersabda, ”Barangsiapa yang
berwudhu’ seperti wudhu’ku ini, kemudian berdiri lalu ruku’ dua raka’at dengan
ikhlas dan khusyu’ diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun
‘alaih 1:204 no:226, dan Lafadzh baginya Fathul Bari I:226 no:164, ‘Aunul
Ma’bud I:180 no:106, Nasa’i I:64).
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bertanya kepada Bilal usai shalat
shubuh, ”Ya, Bilal, beritahukan kepadaku suatu amal yang paling memberi harapan
yang engkau kerjakan dalam Islam; karena sesungguhnya aku mendengar suara kedua
alas kakimu di hadapanku di surga?” Jawabnya, ”Tidak ada amalan yang lebih kuhurapkan
(kecuali) bahwa setiap kali aku selesai bersuci baik pada waktu malam ataupun
siang pasti aku selalu shalat seberapa kemampuanku untuk shalat.” (Muttafaqun
‘alaih: Fathul Bari III: 34 no:1149 dan Muslim IV:1910
no:2458).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz
Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam
Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka
As-Sunnah), hlm. 82--101.
Keutamaan berwudhu
Wudhu’
( الوضوء ) adalah sebuah syari’at
kesucian yang Allah -Azza wa Jalla- tetapkan kepada kaum muslimin sebagai
pendahuluan bagi sholat dan ibadah lainnya. Di dalamnya terkandung sebuah
hikmah yang mengisyaratkan kepada kita bahwa hendaknya seorang muslim memulai
ibadah dan kehidupannya dengan kesucian lahir dan batin. Sebab asal kata ini
sendiri berasal dari kata yang mengandung makna kebersihan dan keindahan (الحسن والنظافة ) sebagaimana yang dijelaskan para ahli bahasa Arab.
[Lihat An-Nihayah(5/428), dan Ash-Shihhah (2/282)]
Syari’at Kesucian ini mengumpulkan banyak hikmah, faedah, dan fadhilah (keutamaan) yang menjelaskan urgensi dan kedudukannya di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Sebab suatu amalan jika memiliki banyak faedah dan fadhilah, maka tentunya karena memiliki makanah aliyah (kedudukan tinggi).
Wudhu’ disyari’atkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah, bahkan juga disyari’atkan dalam seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan agar selalu berada dalam kondisi bersuci (wudhu’) sebagaimana yang dahulu yang dilazimi oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya yang mulia. Mereka senantiasa berwudhu, baik dalam kondisi senang atau dalam kondisi susah dan kurang menyenangkan (seperti, saat musim hujan dan musim dingin). Kebiasaan berwudhu’ ini butuh kepada kesabaran tinggi, sebab kita terkadang terserang perasaan malas. Perasaan malas ini akan hilang –Insya Allah- saat kita mengetahui keutamaan wudhu’.
Pembaca yang budiman, keutamaan-keutamaan wudhu’ kali ini kami akan tuangkan di hadapan kalian agar menjadi penyemangat dan penggerak motor semangat yang selama ini dingin dan tak tergerak. Diantara keutamaan-keutamaan wudhu’ yang terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah shohihah dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- :
Syari’at Kesucian ini mengumpulkan banyak hikmah, faedah, dan fadhilah (keutamaan) yang menjelaskan urgensi dan kedudukannya di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Sebab suatu amalan jika memiliki banyak faedah dan fadhilah, maka tentunya karena memiliki makanah aliyah (kedudukan tinggi).
Wudhu’ disyari’atkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah, bahkan juga disyari’atkan dalam seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan agar selalu berada dalam kondisi bersuci (wudhu’) sebagaimana yang dahulu yang dilazimi oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya yang mulia. Mereka senantiasa berwudhu, baik dalam kondisi senang atau dalam kondisi susah dan kurang menyenangkan (seperti, saat musim hujan dan musim dingin). Kebiasaan berwudhu’ ini butuh kepada kesabaran tinggi, sebab kita terkadang terserang perasaan malas. Perasaan malas ini akan hilang –Insya Allah- saat kita mengetahui keutamaan wudhu’.
Pembaca yang budiman, keutamaan-keutamaan wudhu’ kali ini kami akan tuangkan di hadapan kalian agar menjadi penyemangat dan penggerak motor semangat yang selama ini dingin dan tak tergerak. Diantara keutamaan-keutamaan wudhu’ yang terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah shohihah dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- :
Syarat Memasuki Sholat
Seorang ketika hendak memasuki sebuah rumah atau gedung, maka ia akan melewati pintu-pintu yang ada padanya. Pintu ini biasanya tak bisa dilewati, kecuali seseorang memiliki kunci untuk membuka pintu-pintu itu. Sebelum seseorang masuk ke dalam rumah tersebut, maka ada syarat yang harus dipenuhi. Demikianlah perumpamaan wudhu’ bagi sholat; seorang tak mungkin akan masuk dalam sebuah sholat, kecuali ia memenuhi syarat-syarat sholat, seperti wudhu’.
Oleh karena itu, Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
Jadi, jika seseorang hendak sholat, maka syaratnya harus berwudhu’ sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah -Azza wa Jalla- dalam ayat ini dan diterangkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dalam sunnahnya.
Bila seorang yang masuk dalam sholat, tanpa wudhu’, maka sholatnya tak akan diterima, bahkan tak sah, sebab wudhu’ adalah syarat sahnya wudhu’, dan tercapainya pahala sholat. Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ مَنْ أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
“Tak akan diterima sholatnya orang yang ber-hadats sampai ia berwudhu’” . [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (135 & 6954), dan Muslim dalam Shohih-nya (536)]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy -rahimahullah- berkata saat menjelaskan beberapa faedah dari hadits ini,“Hadits ini dijadikan dalil tentang batalnya sholat disebabkan oleh hadats (seperti, kentut, buang air, junub dan lainnya), baik hadats itu keluar karena pilihan (sadar), maupun terpaksa”. [Lihat Fathul Bari Syarh Shohih Al-Bukhoriy (1/309), tahqiq Ali Asy-Syibl, cet. Darus Salam, 1421 H]
Penghapus Dosa Kecil & Pengangkat Derajat
Wudhu adalah amalan ringan, tapi pengaruhnya ajaib dan luar biasa. Selain menghapuskan dosa kecil, wudhu’ juga mengangkat derajat dan kedudukan seseorang dalam surga. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ
“Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu (amalan) yang dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa, dan mengangkat derajat-derajat?” Mereka berkata, “Mau, wahai Rasulullah!!” Beliau bersabda, “(Amalan itu) adalah menyempurnakan wudhu’ di waktu yang tak menyenangkan, banyaknya langkah menuju masjid, dan menunggu sholat setelah menunaikan sholat. Itulah pos penjagaan”. [HR. Muslim (586)]
Abul Hasan As-Sindiy -rahimahullah- berkata saat menjelaskan amalan-amalan yang terdapat dalam hadits ini,“Amalan-amalan ini akan menutup pintu-pintu setan dari dirinya, menahan jiwanya dari nafsu syahwatnya, permusuhan jiwa, dan setan sebagaimana hal ini tak lagi samar. Inilah jihad akbar (besar) yang terdapat pada dirinya. Jadi, setan adalah musuh yang paling berat baginya”. [Lihat Hasyiyah As-Sindiy ala Sunan An-Nasa'iy(1/114)]
Jadi, seorang yang melazimi amalan-amalan tersebut dianggap telah melakukan pertahanan untuk menutup pintu-pintu setan. Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari setan, maka hendaknya ia melazimi wudhu’, menghadiri sholat jama’ah, dan bersabar menunggu sholat jama’ah lainnya.
Tanda Pengikut Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- telah mengabarkan kepada kita bahwa beliau akan mengenali ummatnya di Padang Mahsyar dengan adanya cahaya pada anggota tubuh mereka, karena pengaruh wudhu’ mereka ketika di dunia.
تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنْ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوَضُوءُ
“Perhiasan (cahaya) seorang mukmin akan mencapai tempat yang dicapai oleh wudhu’nya”. [Muslim dalam Ath-Thoharoh, bab: Tablugh Al-Hilyah haits Yablugh Al-Wudhu' (585)]
Dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu- berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبُرَةَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا قَالُوا أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ فَقَالُوا كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ أَلَا يَعْرِفُ خَيْلَهُ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا
“Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah mendatangi pekuburan seraya bersabda, “Semoga keselamatan bagi kalian wahai rumah kaum mukminin. Aku sangat ingin melihat saudara-saudara kami”. Mereka (para sahabat) berkata, “Bukankah kami adalah saudara-saudaramu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian adalah para sahabatku. Sedang saudara kami adalah orang-orang yang belum datang berikutnya”. Mereka berkata, “Bagaimana anda mengenal orang-orang yang belum datang berikutnya dari kalangan umatmu wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Bagaimana pandanganmu jika seseorang memiliki seekor kuda yang putih wajah, dan kakinya diantara kuda yang hitam pekat. Bukankah ia bisa mengenal kudanya”. Mereka berkata, “Betul, wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Sesungguhnya mereka (umat beliau) akan datang dalam keadaan putih wajah dan kakinya karena wudhu’. Sedang aku akan mendahului mereka menuju telaga. Ingatlah, sungguh akan terusir beberapa orang dari telagaku sebagaimana onta tersesat terusir. Aku memanggil mereka, “Ingat, kemarilah!!” Lalu dikatakan (kepadaku), “Sesungguhnya mereka melakukan perubahan setelahmu”. Lalu aku katakan, “Semoga Allah menjauhkan mereka”. [HR. Muslim dalam Ath-Thoharoh, bab: Istihbab Itholah Al-Ghurroh (583)]
Seorang muslim akan dikenali oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dengan cahaya pada wajah dan tangannya. Maka hendaknya setiap orang diantara kita menjaga cahaya ini dengan menjaga wudhu, dan sholat. Abdur Ra’uf Al-Munawiy -rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang lebih banyak sujudnya atau wudhu’nya di dunia, maka wajahnya nanti akan lebih bercahaya dan lebih berseri dibandingkan selain dirinya. Maka mereka (kaum mukminin) nanti disana akan bertingkat-tingkat sesuai besarnya cahaya”. [Lihat Faidhul Qodir (2/232)]
Separuh Iman
Seorang tak akan meraih pahala sholat, selain ia melakukan wudhu’, lalu mengerjakan sholat. Jadi, wudhu’ ibaratnya separuh dari iman (yakni, sholat). Ini menunjukkan kepada kita tentang ketinggian nilai dan manzilahwudhu’ di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآَنِ أَوْ تَمْلَأُ مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالصَّلَاةُ نُورٌ وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَايِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَوْ مُوبِقُهَا
“Bersuci (wudhu’) adalah separuh iman. Alhamdulillah akan memenuhi mizan (timbangan). Subhanallah wal hamdulillah akan memenuhi antara langit dan bumi. Sholat adalah cahaya. Shodaqoh adalah tanda. Kesabaran adalah sinar. Al-Qur’an adalah hujjah (pembela) bagimu atau hujatan atasmu. Setiap orang keluar di waktu pagi; maka ada yang menjual dirinya, lalu membebaskannya atau membinasakannya”. [Muslim dalam Ath-Thoharoh, bab: Fadhl Ath-Thoharoh (533)]
Al-Hafizh Ibnu Rojab -rahimahullah- berkata, “Jika wudhu’ bersama dua kalimat syahadat mengharuskan terbukanya pintu surga, maka wudhu menjadi separuh iman kepada Allah dan Rasul-Nya menurut tinjauan ini. Juga wudhu’ termasuk cabang-cabang keimanan yang tersembunyi yang tak akan dilazimi, kecuali seorang mukmin”. [Lihat Iqozhul Himam (hal. 329)]
Jalan Menuju Surga
Jalan-jalan surga telah dimudahkan oleh Allah -Azza wa Jalla- bagi orang yang Allah berikan taufiq dan hidayah. Perhatikan Bilal bin Robah -radhiyallahu anhu-, beliau mendapatkan kabar gembira bahwa ia termasuk penduduk surga, sebab ia telah berusaha menapaki sebuah jalan diantara jalan-jalan surga. Dengarkan kisahnya dari Abu Hurairah -radhiyallahu anhu-, ia berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلَالٍ عِنْدَ صَلَاةِ الْفَجْرِ يَا بِلَالُ حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الْإِسْلَامِ فَإِنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ فِي الْجَنَّةِ قَالَ مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُورًا فِي سَاعَةِ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلَّا صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّيَ
“Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- pernah bersabda kepada Bilal ketika sholat Fajar, “Wahai Bilal, ceritakan kepadaku tentang amalan yang paling engkau harapkan yang pernah engkau amalkan dalam Islam, karena sungguh aku telah mendengarkan detak kedua sandalmu di depanku dalam surga”. Bila berkata, “Aku tidaklah mengamalkan amalan yang paling aku harapkan di sisiku. Cuma saya tidaklah bersuci di waktu malam atau siang, kecuali aku sholat bersama wudhu’ itu sebagaimana yang telah ditetapkan bagiku”. [HR. Al-Bukhoriy dalamAl-Jum'ah, Bab: Fadhl Ath-Thoharoh fil Lail wan Nahar (1149), dan Muslim (6274)]
Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa berwudhu’ lalu sholat sunnah setelahnya merupakan amalan yang berpahala besar. Ibnul Jauziy -rahimahullah- berkata, “Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk melakukan sholat usai berwudhu’ agar wudhu tidak kosong (terlepas) dari maksudnya”. [Lihat Fathul Bari (4/45)]
Pelepas Ikatan Setan
Setan senantiasa mengintai dan mengawasi kita. Bahkan ia selalu mencari jalan untuk menjauhkan kita dari kebaikan yang telah digariskan oleh Allah dan rasul-Nya. Diantara makar setan, ia membuat buhul pada seorang diantara kita saat kita tidur agar kita berat bangun beribadah. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ فَإِنْ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ وَإِلَّا أَصْبَحَ خَبِيثَ النَّفْسِ كَسْلَانَ
“Setan membuat tiga ikatan pada tengkuk seorang diantara kalian jika ia tidur. Setan akan memukul setiap ikatan itu (seraya membisikkan), “Bagimu malam yang panjang, maka tidurlah”. Jika ia bangun seraya menyebut Allah (berdzikir), maka terlepaslah sebuah ikatan. Jika ia berwudhu’, maka sebuah ikatan yang lain terlepas. Jika ia sholat, maka sebuah ikatan akan terlepas lagi. Lantaran itu, ia akan menjadi bersemangat lagi baik jiwanya. Jika tidak demikian, maka ia akan jelek jiwanya lagi malas”. [HR. Al-Bukhoriy (1142 & 3269) dan Muslim (1816)]
Al-Qodhi Abul Walid Sulaiman bin Kholaf Al-Bajiy -rahimahullah- berkata, “Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- memaksudkan dengan hadits ini bahwa dengan dzikrullah, wudhu’, dan sholat, maka semua ikatan (buhul) setan akan terlepas, dan seorang muslim akan selamat dari makar setan, dan keburukan buhul-buhulnya. Lantaran itu, ia akan bersemangat di waktu pagi, (sedang ia telah terlepas darinya buhul-buhul yang telah membuat dirinya malas), dan jiwanya menjadi baik dengan sebab amalan kebajikan yang ia lakukan semalam”. [Lihat Al-Muntaqo(1/434) karya Al-Bajiy]
Para pembaca budiman, inilah beberapa buah petikan fadhilah dan keutamaan wudhu. Semoga menjadi pendorong bagi kita semua untuk melazimi wudhu’ demi meraih keutamaann-keutamaan tersebut di atas. Kami memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kita sebagai ummat Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- yang dikenali dengan cahaya wudhu’.
Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 115 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar